Surat Terbuka
WALHI Menolak Hadir Pada Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara
Kepada:
Menteri PPN/Kepala Bappenas
Salam Adil dan Lestari
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan organisasi advokasi lingkungan hidup terbesar di Indonesia, memiliki kantor di 28 provinsi yang terdiri dari 504 organisasi anggota. Sebagai organisasi advokasi lingkungan, kami menaruh perhatian terhadap peraturan perundang-undangan yang berdampak pada lingkungan hidup, demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Kami memperoleh informasi mengenai Surat Undangan Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara Nomor 03283/HM.01.01/SES/B/03/2022 dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia tertanggal 17 Maret 2022, dan WALHI tercantum dalam daftar undangan peserta. Kami menegaskan bahwa hingga 21 Maret 2022, WALHI TIDAK MENERIMA secara formal, surat undangan tersebut, baik undangan fisik maupun surat elektronik.
Berikut alasan WALHI menolak hadir pada Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut:
Pertama, bahwa Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang akan dikonsultasikan menginduk pada produk Undang-Undang yang proses pembentukannya disusun tanpa kajian komprehensif dan telah mengabaikan hal-hal prinsipil, terutama prinsip partisipasi publik yang bermakna.
Kedua, bahwa Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang akan dikonsultasikan merupakan aturan turunan dari Undang-Undang yang melegitimasi keputusan politik dengan mengabaikan prinsip partisipasi publik yang bermakna tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Hal yang harus menjadi perhatian dan dipenuhi dalam pembentukan undang-undang adalah partisipasi masyarakat. Kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang sebenarnya juga merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Lebih jauh lagi, partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila pembentukan undang-undang dengan proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people's sovereignty).
Oleh sebab itu, menurut kami partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh. Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna yang dimaksud setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu: pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang- undang yang sedang dibahas.
Berdasarkan poin di atas, maka WALHI menyatakan keberatan dan menolak Konsultasi Publik Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang tidak memenuhi prinsip partisipasi publik.
Kami berharap adanya mekanisme koreksi atas berbagai keputusan sepihak pemerintah selama ini yang dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga Negara terhadap Penyelenggara Negara.
Jakarta, 21 Maret 2022
Eksekutif Nasional
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
Zenzi Suhadi
Direktur Eksekutif