Banda Aceh, 3 Juli 2020
Permintaan Pemerintah Aceh kepada KLHK melalui surat nomor 522/23293 tentang Penetapan kembali kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) tanggal 22 Oktober 2015, dan surat kedua Pemerintah Aceh No 011/3517 tentang Penetapan Kembali Kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser tanggal 25 Februari 2017, sedangkan surat ketiga kalinya bernomor 522/9160 tertanggal 1 Juli tahun 2020 Tentang Penetapan Kembali Kantor Balai Besar Taman Nasuional Gunung Leuser di Aceh dan sudah di perkuat kembali melalui surat Ombusman Kantor Aceh No.0071/SRT/0037.2017/BNA-01/IV/2017 yang menyikapi Laporan WALHI Aceh pada tanggal 23 Februari 2017 tentang permintaan pemindahan kantor BBTNG dari Medan ke Aceh.
Bahwa surat pemerintah Aceh sepakat dengan parapihak strategis lainnya untuk segera mungkin memindahkan kantor BBTNGL ke Aceh, berdasarkan pertimbangan bahwa 80% luas wilayah TNGL berada di Aceh, tentu akan mempermudah Pemerintah Aceh dalam melakukan koordinasi dengan kantor BBTNGL terkait perlindungan, pelestarian, pengelolaan, dan pemanfaatan, sedangkan dari aspek hukum akan mempermudah penanganan kasus di KEL oleh POLDA Aceh, begitu juga soal agenda pengawasan maupun pengelolaan secara komprehensif dan efisien lainnya akan menjadi pertimbangan penting pemindahan dilakukan segera mungkin
Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 Tentang Tataruang Fungsi utamanya harus menjadi perhatian Pemerintah Aceh bersama pihak strategis lainnya, misalkan memastikan pola/system (a) perlindungan penyangga kehidupan, (b) pengawetan jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati. Pemanfaatan secara Lestari menjadi usaha pendayaguna kawasan ekosistem leuser menjadi prinsip pemanfaatan hasil hutan secara berkesinambungan tanpa mengurangi potensinya untuk memberikan manfaat dalam jangka panjang, disamping itu didalam Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006 di Pasal 150 ayat (1) dikatakan Pemerintah menugaskan Pemerintah Aceh untuk melakukan pengelolaan kawasan ekosistem Leuser di wilayah Aceh dalam bentuk pelindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari.
WALHI Aceh menilai permintaan ini untuk mendukung agenda jangka panjang bagi keberlanjutan KEL itu sendiri dan penting menunjukan kemampuan Pemerintah Aceh mengelola KEL secara bijak sesuai dengan fungsinya, karena bencana ekologis, kasus konflik satwa manusia, konflik kepentingan ruang dan KEL yang memberikan sumber kehidupan bagi semua mahkluk adalah menjadi perhatian semua kita, tentu pengakuan UNESCO ditahun 2004 lalu telah memberikan peluang bagi Pemerintah Aceh untuk melakukan koordinasi lebih lanjut dari cara pikir program dan strategis lainnya, karena ini menyangkut komitmen dan kemampuan Pemerintah itu sendiri, artinya kami menuntut perbaikan system pengelolaan KEL secara utuh sejak sekarang, kemampuan Pemerintah Aceh di uji sejak proses pemindahan kantor, karena ini pekerjaan yang mudah, mana mungkin mampu kelola kawasan yang begitu besar, 2,2 juta ha, jika memindahkan kantor saja tak mampu.
Muhammad Nur/Direktur Eksekutif WALHI Aceh