Siaran Pers
Jakarta, 03 Februari 2020
Pelajar, Mahasiswa dan Komunitas Pecinta Satwa Tolak RUU Omnibus Law
Salah satu fokus Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf lima tahun kedepan dalam pidatonya di sidang paripurna MPR RI 20 Oktober 2019 adalah penyederhanan peraturan perundang-undangan melalui penerbitan omnibus law. Pasca pidato tersebut, omnibus law mengisi ruang-ruang diskusi publik, ia menjadi diskursus. Perdebatannya meliputi ketatanegaran, kedudukannya dalam hierarki peraturan perundang-undangan, hingga substansi apa yang akan diatur. Omnibus law memenuhi media, ruang diskusi masyarakat sipil, kelompok akademisi dan kelompok terdampak atau penerima manfaat.
Rencana pembentukan omnibus law terbukti, Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian menyebutkan tujuan pembentukan RUU Omnibus Law sesuai arahan Presiden untuk meningkatkan iklim investasi dan daya saing. Terdapat dua RUU Omnibus Law masuk sebagai Prolegnas Super Prioritas Tahun 2020, yaitu RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan.[1] Perisitilahan Prolegnas Super Prioritas tidak dikenal dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. UU 12/ 20111 hanya mengenal peristilahan Program Legislasi Nasional Prioritas Tahunan.
Dari proses awal penyusunan kedua RUU Omnibus Law ini telah memperlihatkan keberpihakannya pada investasi. Penyusunan Naskah Akademik dan RUU yang menjadi inisiatif Presiden ini hanya mengakomodir partisipasi kelompok bisnis. Tidak ada ruang partisipasi perwakilan organisasi buruh dan organisasi kerakyatan lainnya seperti pelajar, mahasiswa, serta komunitas dalam tim penyusun. Sebaliknya, satuan Tugas Bersama (Task Force) penyusunan RUU Omnibus Law dipimpin oleh Ketua Umum KADIN, dengan anggota berasal dari unsur K/L, Pemda, Akademisi dan KADIN.
RUU Pencipta Lapangan Kerja menjadi RUU pertama yang dimunculkan ke publik. Secara substasi RUU Pencipta Lapangan Kerja disusun guna mengoreksi 1.194 pasal dari 82 UU. Adapun substansi yang akan dimuat RUU ini ialah 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Seturut dengan argumentasi yang disampaikan dalam konfrensi pers Fraksi Rakyat Indonesia di YLBHI (30/1/20) yang menyebutkan 12 alasan menolak RUU Cilaka (#Cilaka 12), kami juga ingin menyoroti 2 hal yang akan berimplikasi jika RUU Omnibus Law disahkan oleh DPR dan Pemerintah.
- Pelajar dan mahasiswa sebagai calon angkatan kerja atau dapat disebut kaum Milenials yang dalam rilis BPS (2018) di tahun 2020 akan berjumlah 83 juta orang (34 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 271 juta) menjadi subyek yang paling rentan terhadap kebijakan Omnibus Law. Kenapa, karena mereka akan berkompetisi dengan “angkatan kerja” yang berjumlah 136,18 juta (BPS, 2019). Kompetisi ini dimungkinkan karena rancangan kebijkan Omnibus Law Cipta Karya yang beredar dipublik akan membuat Upah Minimum Harian menjadi hanya per jam. Selain itu, kompetisi bebas ini akan menaikkan posisi tawar korporasi kepada pekerja, setiap waktu pekerja dapat di PHK dan dapat merekrut kembali tenaga kerja karena ketersediaan pekerja yang melimpah.
- RUU Omnibus Law yang berambisi memangkas hambatan peraturan dalam berinvestasi tentu saja akan berimplikasi pada laju pembukaan lahan yang bertumpu pada industri ekstraktif. Tidak hanya manusia yang akan berhadapan langsung dengan negara dan korporasi, tapi juga satwa sebagai mahluk hidup. Satwa seringkali menjadi mahluk hidup yang paling rentan karena diabaikan keberadaannya. Oleh karena itu, kami menganggap jika RUU tersebut disahkan, satwa sebagai bagian dari mahluk hidup juga mesti menjadi perhatian karena merupakan pendukung bertahannya ekosistem bersama-sama dengan manusia dan tumbuhan.
----------
[1] Siaran Pers Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian No. HM.4.6/154/SET.M.EKON.2.3/12/2019 tanggal 12 Desember 2019.
---
Narahubung:
1. Doni Moidady – Eksekutif Nasional WALHI (0812-4544-1845)
2. Andre – Permahi (0813-8005-0204)
3. Satrio - Feed Not Bomb (0877-2074-5270)
4. Violita - Animals Don’t Speak Human (0856-8913-863)
5. Dery – Sahabat Walhi Jakarta (0815-8623-3528)
WALHI, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI), Sahabat WALHI Jakarta, Sylva Cabang IPB, Feed Not Bomb, dan Animals Don’t Speak Human adalah organisasi yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) untuk melakukan penolakan terhadap RUU Omnibus Law #Cilaka12.
Fraksi Rakyat Indonesia merupakan gerakan rakyat sipil yang terdiri atas berbagai organisasi/lembaga/kelompok masyarakat yaitu:
1. Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
2. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
3. Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
4. Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
5. Pergerakan Pelaut Indonesia
6. Jarkom Serikat Pekerja Perbankan
7. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)
8. Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)
9. Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia
10. LBH Jakarta
11. AEER
12. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
13. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Universitas Kristen Indonesia
14. Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI)
15. Federasi Pelajar Indonesia (Fijar)
16. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND DN)
17. YLBHI
18. ICEL
19. JATAM
20. WALHI
21. KPRI
22. EPISTEMA
23. HUMA
24. GREENPEACE
25. PWYP
26. AURIGA NUSANTARA
27. ICW
28. Solidaritas Perempuan
29. KIARA
30. Perempuan Mahardhika
31. IGJ
32. Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
33. DEMA UIN Jakarta
34. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
35. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
36. RMI-Indonesian Institute for Forest and Environment
37. CM
38. Solidaritas Pekerja VIVA.co.id (SPV)
39. Pusat Studi Agraria (PSA) IPB
40. Trend Asia
41. Lima Indonesia
42. Indonesia Budget Center
43. TII