Orang Muda Ambil Peran Strategis Wujudkan Keadilan Iklim
Aktivisme lingkungan hidup hadapi tantangan serius di tengah isu yang tak lagi sekedar perubahan iklim namun telah bergeser ke krisis iklim.
Jakarta, 13 Desember – Pertautan gerakan lingkungan hidup dengan kampus adalah episentrum pengetahuan yang kuat untuk menumbuhkan kesadaran kritis menjawab krisis ekologis dan iklim yang kian meluas. Hal ini terungkap pada sesi seminar yang mengusung tema Orang Muda dan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan di kampus Institute Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) di Jakarta (13/12). Seminar tersebut digelar sebagai rangkaian penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Walhi dan IISIP dalam mengembangkan Akademi Ekologi.
Dosen IISIP Kevin Ali Sesarianto, M.Si menyayangkan orang muda yang kerap ditempatkan sebagai kelompok serba salah dan serba disalahkan, sementara orang muda adalah subjek politik lingkungan hidup. “Banyak isu politik (termasuk lingkungan hidup) yang diberikan beban penyelesaiannya pada kepada orang muda, misal, low turnout (jumlah partisipasi/pemilih rendah) dalam pemilihan umum dinarasikan sebagai orang muda yang apolitis.” Tutur dosen muda yang mengampu mata kuliah Masyarakat Sipil Global.
Lebih lanjut, Kevin menuturkan dalam lingkungan hidup aktivisme yang dilakukan kelompok muda secara terbatas dianggap sebagai ornamen pemanis. Aktivisme yang dilakukan secara kolektif ditentang dan dianggap ancaman. Akhirnya aktivisme minimal dijadikan artefak kepemudaan. Akibatnya struktur politik yang destruktif terhadap lingkungan hidup tetap intact (utuh).
Untuk itu penting untuk mempertimbangkan keterbatasan akses orang muda dalam aktivisme lingkungan hidup didasari pada pekerjaan yang precarious, akses terhadap tempat tinggal dan mobilitas urban, struktur politik yang lebih besar yang melingkupi.
Sementara itu Tim Pelibatan Publik Eksekutif Nasional WALHI Ayu Kusuma Pertiwi mengugah orang muda di kampus untuk lebih terbuka tentang perspektif orang muda dalam memperjuangkan keadilan iklim. Ia mencontohkan isu perubahan iklim atau yang lebih populer dengan Climate Change, telah bergeser pada situasi climate crisis. Hal ini yang telah meluas dampaknya pada bencana krisis iklim. Contohnya kota Jakarta, yang menempatkan kota paling berisiko dan berdampak krisis iklim, permukaan tanah yang terus menurun dan peningkatan air laut.
“Orang muda harus menyadari bahwa ada prinsip yang telah disepakati hukum universal tentang lingkungan hidup, yakni hak dan keadilan antar generasi (intergenerational justice). Ini adalah prinsip penting untuk memastikan kehidupan masa depan sangat dipengaruhi oleh aktivitas generasi saat ini. Hal ini yang harus disadari oleh orang muda untuk menuntut keadilan iklim” tutur Ayu yang juga sedang melanjutkan studi Ilmu Hukum pada Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Keadilan iklim atau climate justice adalah konsep pembagian yang adil atas beban perubahan iklim dan upaya mitigasinya. Sebab menurut Ayu, setiap kelompok menerima dampak perubahan iklim yang berbeda pula. Dampak-dampak tersebut bahkan dapat memperparah kondisi sosial yang sejak awal sudah kurang menguntungkan bagi kelompok-kelompok rentan.
Oleh karena itu, Ayu melihat gerakan orang muda khususnya dalam isu keadilan iklim memiliki peran yang sangat strategis. Orang muda menurutnya unggul karena akses dan penguasaan terhadap media sosial dan kemajuan teknologi. “Pada akhirnya gerakan orang muda dituntut untuk lebih luas daripada perubahan-perubahan terbatas individu, seperti perubahan lifestyle, sehingga mampu memberikan tekanan bagi negara. Perlu diingat bahwa negara dalam konsep perjanjian internasional merupakan pengemban kewajiban penegakan hak asasi manusia, yakni to respect, to protect, dan to fulfill.”
Narahubung:
Ayu Kusuma – Public Engagement Eksekutif Nasional WALHI
[email protected] - https://wa.me/+628115501980