Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Laut untuk Nelayan, bukan Perusahaan Perusak Lingkungan!
Pekanbaru, 07 Maret 2022— Hari Nelayan Nasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 6 Maret. Hari Nelayan ditetapkan pada 1960 sebagai bentuk dukungan dan rasa syukur atas jasa para nelayan. Pada peringatan Hari Nelayan 2022, WALHI Riau mendorong agar dalam setiap kebijakan yang menyangkut pengelolaan wilayah laut dan pesisir, hak nelayan atas laut dan pesisir diutamakan.
Jasmi, Ketua Dewan Daerah WALHI Riau, mengungkapkan bahwa saat ini wilayah tangkap nelayan mengalami banyak gangguan. Salah satunya tambang pasir laut.
“Negara harus melindungi wilayah tangkap nelayan dari berbagai ancaman kerusakan. Di Riau, ancaman tersebut dihadapi oleh masyarakat nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Contohnya, seperti yang terjadi di Pulau Rupat. Keberadaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir laut mengancam ekosistem laut dan penghidupan para nelayan,” ucap Jasmi.
Nelayan Pulau Rupat berada di bawah bayang ancaman perizinan tambang pasir laut PT Logomas Utama. Perusahaan tersebut melakukan aktivitas tambang di sekitar Pulau Babi dan Beting Aceh pada akhir tahun 2021. Lokasinya tepat berada di tempat para nelayan menebar jaring. Imbasnya, para nelayan mengalami kerugian, hasil tangkapan ikan dan udang menurun drastis.
Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Keadilan Iklim WALHI Riau, memaparkan kondisi terkini pasca penghentian aktivitas tambang PT Logomas Utama.
“Saat ini PT Logomas Utama tidak beroperasi. Aktivitas tambang korporasi tersebut dihentikan sementara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kondisi ini memulihkan hasil tangkap dan perekonomian masyarakat.
Tapi, perlu dicatat, nelayan masih khawatir karena penghentian tersebut hanya sementara. Masih ada potensi PT Logomas Utama kembali beraktivitas karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum mencabut IUP korporasi tersebut,” kata Eko.
“Kementerian ESDM harusnya meniru langkah tegas KKP dengan mencabut IUP PT Logomas Utama di laut Rupat. Tersedia alasan yang cukup untuk mencabut perizinan tersebut, dari kerugian nelayan, kerusakan ekosistem laut hingga proses maladministrasi dalam penerbitan izin. Amdal yang dijadikan dasar penerbitan IUP daluarsa,” tambah Eko.
Belajar dari pengalaman di Rupat dan daerah lainnya di Indonesia, WALHI Riau meminta negara memastikan perlindungan ekosistem laut dan wilayah tangkap nelayan. Momentum peringatan Hari Nelayan merupakan momentum tepat untuk mengevaluasi dan mencabut seluruh kebijakan yang merugikan nelayan dan lingkungan hidup, termasuk di Pulau Rupat.
Narahubung:
Eko Yunanda (081276552376)
Umi Ma’rufah (085225977379)