Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta, 27 Juli 2017 – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sudah seperti “agenda” tahunan. Kebakaran di Aceh barat yang terjadi sejak 5 hari yang lalu dikabarkan telah berdampak terhadap masyarakat sekitar. WALHI Aceh mencatat sekitar 35 titik panas tersebar 8 kabupaten/kota di Aceh. Perubahan fungsi lahan gambut menjadi perkebunan merupakan faktor utama penyebab kebakaran di Aceh. Data NASAfirm per 26/07/2010, sekitar 743 titik panas tersebar di seluruh Indonesia. Titik panas terlihat banyak di Aceh, Riau, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, potensi terjadinya kebakaran di daerah ini sangat besar. Sementara itu, potensi kemudahan terjadinya kebakaran ditinjau dari analisa parameter cuaca menurut data BMKG, per tanggal 25 Juli 2017, hampir 90% - 98 % wilayah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Jambi, Riau yang rentan terbakar adalah daerah yang sudah alih fungsi menjadi industri skala besar, hutan tanaman industri dan perkebunan sawit. Data yang dihimpun Walhi Sumatera Selatan, Selama Juli 2017 terdapat 125 Titik Api di Sumatera Selatan, 49 dari titik api ini barada dalam izin usaha. Seluas 2.340 Hektar Terbakar di areal Perizinan selama Juli 2017. Data-data yang telah ditunjukkan oleh BMKG menjadi early warning bagi pemerintah untuk secara serius mulai mengantisipasi pengendalian dan penanganannya.
Penetapan status siaga yang dikeluarkan oleh pemerintah di 5 provinsi menjadi harus dibarengi dengan kesiapsiagaan pada pengendalian asap dan penanganan dampak, agar bisa meminimalisir dampak karhutla. Belajar dari peristiwa karhutla yang terjadi pada tahun 2015 lalu, WALHI mengajak publik untuk tidak lupa atas tragedi yang telah mengakibatkan terjadi pelanggaran terhadap hak atas lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 itu telah mengakibatkan 24 orang meninggal dunia, lebih dari 600 ribu jiwa menderita ISPA, dan sebanyak 60 juta jiwa terpapar asap, seluas 2,6 juta hektar hutan dan lahan terbakar telah mengakibatkan kerugian sebesar 221 Trilyun rupiah, negara pun harus mengeluarkan dana sebesar 720 milyar untuk mengatasi kebakaran (BNPB, 2015). WALHI mencatat, bahwa kebakaran tahun 2015 yang lalu, sebanyak 439 perusahaan terlibat pembakaran di 5 Provinsi, 308 diantaranya adalah perusahaan sawit. Karenanya, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional WALHI, Fatilda Hasibuan menyatakan, “selain mengajak publik untuk tidak lupa pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, WALHI juga mengingatkan kepada pemerintah terhadap komitmennya dalam penanganan karhutla”.
Komitmen Presiden untuk review perizinan, penegakan hukum, pemulihan dan dan pengakuan wilayah kelola rakyat sebagai bagian yang harus dilakukan oleh Kementerian. Berbagai kebijakan memang sudah dikeluarkan oleh pemerintah, diantaranya dengan menerbitkan Perpres No. 1/2016 dan PP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Rawa Gambut. Terakhir Presiden juga mengeluarkan Inpres No. 6/2017. Namun dalam upaya penegakan hukum yang telah dilakukan, masih jauh menjangkau korporasi yang melakukan tindak kejahatan dalam kebakaran hutan dan lahan gambut. (selesai) Sebaran titik api di Wilayah Indonesia Sumber: NASAfirm