Gerakan Bersih Sampah di Sumbersari, Supiturang, Pronojiwo

 

GERAKAN BERSIH SAMPAH
SUMBERSARI, SUPITURANG, PRONOJIWO 4 JANUARI 2022

Erupsi gunung Semeru pada tanggal 4 desember 2021 menambah catatan luka bagi tanah air ini terutama di pulau Jawa. Bencana Awan Panas Guguran itu mengakibatkan ribuan rumah mengalami kerusakan dan ratusan jiwa meninggal dunia. Desa Supiturang kecamatan Pronojiwo merupakan salah satu desa yang terdampak parah erupsi gunung Semeru, terutama pada wilayah sepanjang pinggir sungai Sumbersari yang menjadi aliran lahar dingin. Bencana yang terjadi tidak hanya menyisakan trauma bagi warga, akan tetapi juga menyisakan banyaknya sampah yang berserakan di lokasi pinggir sungai akibat banyaknya kunjungan warga dari luar daerah yang ingin melihat lokasi bencana. Wisata bencana begitulah gurauan bagi para warga luar daerah yang berkunjung ke lokasi bencana layaknya berwisata dengan meninggalkan sampah.

Pagi ini 4 januari 2022 posko relawan lokal dengan posko aliansi Pulih Semeru melakukan kegiatan bersih-bersih di RT 10 RW 04 dusun Sumbersari desa Supiturang. Kegiatan yang dilakukan oleh kurang lebih 20 relawan tersebut menargetkan satu lokasi yang berada di pinggiran DAS sungai sumbersari dari sampah-sampah yang berserakan. Kegiatan ini juga merespon pasca adanya banjir pada tanggal 2 januari 2022 yang menyisakan sampah. Berbagai macam jenis sampah ditemukan di lokasi kegiatan mulai dari kemasan makanan ringan, botol minuman, sisa makanan, pakaian bekas hingga sampah masker bekas.

Cuaca mendung tidak menyurutkan semangat para kawan-kawan untuk melakukan kegiatan bersih-bersih sampah di desa supiturang. Dengan peralatan kebersihan yang ada kawan-kawan menuju lokasi di RT 10 RW 04 Dusun Sumbersari Desa Supiturang yang terdampak banjir, lokasi yang berada pada pinggiran sungai sumbersari ini merupakan salah satu wilayah yang terdampak cukup parah pada bencana erupsi gunung semeru kemarin. Selain mengalami kerusakan cukup parah wilayah ini juga wilayah yang sering dikunjungi oleh warga dari luar desa untuk menyaksikan secara langsung lokasi bencana dan aliran sungai sungai sumbersari. Setiap akhir pekan wilayah bencana menjadi tujuan wisata bencana dan meninggalkan banyak sampah yang memperparah wilayah bencana.

Dalam sela-sela kegiatan kawan-kawan juga melakukan komunikasi pada penyintas yang masih mengunjungi rumah mereka sekedar untuk memilah barang yang masih bisa dibawa dan memantau kondisi gunung Semeru di pondok yang mereka bangun di pinggiran sungai. Selain itu, banyak rumah penyintas yang diberi tanda “T2” atau “HR” dengan warna putih atau merah di sepanjang lokasi kegiatan. Warga juga tidak mengetahui secara pasti apa maksud dari tanda yang berada pada rumah mereka, warga hanya berfokus pada hunian mereka kedepan. Penuturan salah satu penyintas saat bertemu di lokasi mereka mengaku sudah tidak lagi berada pada posko pengungsian yang ada dan memilih untuk mengontrak sembari menunggu kepastian kebijakan relokasi yang dijanjikan oleh pemerintah.

Kawan-kawan saat melakukan kegiatan bersih-bersih merasa sangat sedih melihat tingkat kesadaran masyarakat untuk membuang sampah masih kurang. Banyaknya sampah masker bekas, kemasan makanan ringan, botol minuman dan kotak foam makanan yang berserakan di lokasi dikhawatirkan dapat menimbulkan bencana baru berupa penyakit akibat sampah yang menumpuk. Selain itu juga terdapat beberapa tumpukan pakaian bekas yang tidak layak pakai di lokasi, hal ini juga disayangkan oleh kawan-kawan karena memang banyak donasi pakaian bekas yang tidak layak pakai bahkan menumpuk di depan pintu rumah warga. Momen seperti ini menjadi ajang bersih-bersih lemari pakaian dengan dalih donasi pakaian bekas yang kemudian menjadi gunungan sampah di lokasi bencana, para donatur juga perlu diingatkan kembali bahwa peristiwa semacam ini bukanlah momen untuk membuang pakaian bekas. Kesadaran untuk berbagi pakaian layak pakai bagi para penyintas perlu ditingkatkan agar kelak tidak ada lagi tumpukan pakaian di lokasi bencana.

Kegiatan ini memberikan banyak pembelajaran untuk kami dan kawan-kawan lainnya, bagaimana bahwa kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan sangat sulit untuk diterapkan dalam kondisi seperti ini. Kesadaran dari bagaimana layaknya donasi dan penanggulangan sampah terkesan menjadi tanggung jawab yang hanya diwajibkan untuk para relawan dan bukan elemen masyarakat sendiri ataupun penyintas. Hal ini akan menjadi dampak lain dimana pasca bencana ini terjadi akan terjadi bencana lain yaitu penumpukan sampah yang akan sulit diselesaikan dan membutuhkan waktu yang sangat panjang.