ALIANSI HUTAN INDONESIA, KONGO DAN BRAZIL; TIDAK BOLEH JADI BISNIS IKLIM!

Siaran Pers  
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

Kritik terhadap cara berfikir pemimpin ketiga negara yang terus mengkomodifikasi hutan.  

Jakarta (16/11/2022 - Sebagai pemilik hutan tropis terbesar dunia, para pemimpin 3 (tiga) negara, Indonesia, Brazil dan Kongo seharusnya mengajukan solusi yang berbeda dari apa yang dibicarakan pada perundingan iklim COP 27 di Sharm el-Sheikh, Mesir. Solusi tersebut yakni meletakkan pengakuan dan pelindungan hak rakyat atas hutan dan mendorong pertanggungjawaban mutlak negara maju atas loss and damage, serta mengurangi konsumsi mereka atas industri berbasis ekstraktif. Ini adalah jalan mitigasi perubahan iklimsesungguhnya.  

Namun Aliansi tiga negara yang mengklaim sebagai OPEC Hutan ini sepertinya akan diarahkan agar dapat mengontrol dan mengatur harga karbon di pasar karbon dunia. Selayaknya OPEC (Organisasi Negara-negaraPengekspor Minyak Bumi) yang dapat mengontrol dan mengatur harga minyak dunia.

Maka tidak berlebihan jika OPEC Hutan disebut sebagai proposal yang dipersiapkan ketiga negara ini untuk menyambut hasil perundingan mengenai pengaturan perdagangan karbon (article 6) pada COP 27.  Skema carbon offset yang dianggap sebagai penyeimbang karbon menjadi roh dari proposal ini. Skema tersebutseolah ‘ijin’ yang diberikan untuk tetap mencemari, merusak dan melepas emisi dengan menjaga stok karbon di tempat lain. Penyeimbangan karbon akan terus memperpanjang usia industri berbahan bakar fosil secara khusus dan industri ekstraktif lainnya secara umum. 

 Selain bentuk logika yang keliru, skema carbon offset juga akan memperpanjang rantai konflik, sebab akan semakin banyak rakyat yang tersingkir dari hutan, yang menjadi bagian dari wilayah kelolanya. Ketika hutan dijadikan objek penyeimbang karbon maka pemilik kapital memegang kendali atas ekosistem hutan. Pada titik inilah penyingkiran akses rakyat terjadi.

WKR SOLUSI IKLIM

Indonesia harus memimpin aliansi hutan tiga negara ini dengan menjadikan Wilayah Kelola Rakyat (WKR)sebagai basis penyelamatan dan perlindungan hutan. WKR memiliki filosofi yang sangat berbeda dengan penyelamatan hutan berbasis penyeimbang karbon (carbon neutral). WKR menempatkan keterhubungan antara manusia dan alam yang setara dan holistik. Alam sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sedangkan penyeimbang karbon meletakkan alam/hutan sebatas modal yang menyediakan jasa layanan ekosistem dan peluang untuk mendapat keuntungan.   

Selain itu WKR meletakkan hak rakyat atas wilayah kelolanya untuk membangun sistem tata kelola, tata produksi dan tata konsumsi yang berangkat dari pengetahuan lokal dan pengalaman hidup bersama. Sedangkan penyeimbang karbon meletakkan kendali korporasi dan lembaga kapital keuangan atas aset fisik (tanah, hutan dan ekosistem lainnya) yang ditujukan untuk meraup keuntungan dan memperburuk dampak lingkungan. Sebagai gambaran, lebih dari 33 juta hektar hutan Indonesia dibebani izin industri kehutanan, lebih kurang 4,5 juta hektar di dalamnya dibebankan izin usaha pertambangan dan 3,3 juta hektar sawit berada di dalam kawasan hutan.

Pemerintah Indonesia harus membenahi produk hukum dan sejumlah kebijakan yang mengancam keselamatan ekosistem hutan, gambut, mangrove, terumbu karang serta padang lamun. Salah satunya dengan membatalkan undang-undang Cipta Kerja berikut dengan semua aturan turunannya. Jika beleid ini terus dipaksakan, maka akan semakin luas perubahan fungsi dan peruntukan hutan tersisa di Indonesia.  

Lebih lanjut pemeritah harus mengevaluasi seluruh perijinan yang telah terbit di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan, mencabut ijin perusahaan yang melanggar dan melakukan penegakan hukum. Termasuk menagih pertanggujawaban perusahaan untuk memulihkan ekosistem yang dirusak.

Hanya dengan tindakan korektif inilah Indonesia dapat memimpin koalisi dalam perundingan dunia dan aksi mitigasi perubahan iklim.  

Narahubung;

(Pengkampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi)

(Pengkampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi)

Catatan Redaksi;

Carbon Offset: kegiatan mengkompensasi karbon yang dikeluarkan baik oleh individu maupun perusahaan dengan membiayai pihak lain untuk menyerap emisi karbon tersebut, bisa dengan cara penghijauan, reboisasi dan lainnya, sehingga akan terbentuk suatu keseimbangan (carbon neutral)